Askep Sindroma Nefrotik

A. PENGERTIAN
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikn hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, proteinuri, ascites dan penurunan keluaran urine.

B. TANDA DAN GEJALA
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala penyakit sindroma nefrotik meliputi :
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
- Oedema
Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia.

C. ETIOLOGI
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan faktor predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindh ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.

E. PENATALAKSANAAN
Istirahat sampai oedema tinggal sedikit
Makanan tinggi protein 3-4g/kgBB/hari, makanan rendah garam
Mencegah infeksi
Pemberian diuretikum

F. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan Volume Cairan : Penurunan (intravaskular) dan Berlebih (ekstravaskular) berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan premeabilitas glumerolus.

Tujuan :
Terjadi pemenuhan kebutuhan cairan intravaskular dan ekstravaskular yang adekuat yang ditandai dengan :
- Penurunan oedema, ascites.
- Kadar protein darah meningkat/cukup
- Berat badan kembali dalam batas normal
- Output urine adekuat (450 – 900 cc/hr)
- Tekanan darah dalam batas normal (D < 54 S > 90)
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara akurat

2. Kaji dan catat TD, Pembesaran abdomen, BJ Urine, nilai laboratorik setiap 4 jam.

3. Timbang BB tiap hari dalam skala yang sama

4. Pegang daerah oedema secara hati-hati, laki-laki mungkin perlu menggunakan penyangga scrotum
5. Berikan steroid (prednison) sesuai jadwal. Kaji efektifitas dan efek samping (retensi Natrium, Kehilangan Potasium)

6. Sesuai indikasi, berikan diuretik dan antasid (untuk mencegah perdarahan GI akibat terapi steroid) 1. Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. TD dan BJ Urine dapat menjadi indikator regimen terapi


3. Estimasi penurunan oedema tubuh


4. Mengurangi cidera yang mungkin timbul, mengurangi oedema

5. Peningkatan ekses cairan tubuh
6. Pengurangan cairan ekstravaskuler sangat diperlukan dalam mengurangi oedema

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan nafsu makan.

Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
Kriteria :
- Kembalinya nafsu makan
- Tidak terjadi hipoproteinemia
- Absorbsi kalori dalam jumlah adekuat
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output makanan secara akurat

2. Kaji adanya tanda-tanda perubahan nutrisi : Anoreksi, Letargi, hipoproteinemia, diare


3. Pastikan anak mendapatkan makanan dengan diet yang cukup. Program anak untuk mempertahankan tingkat energi tubuh 1. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

2. Gangguan nutrisi dapat terjadi secara berlahan. Diare sebagai reaksi oedema intestine dapat memperburuk status nutrisi

3. Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk
SEROSIS HEPATIS
1. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
a) Cronic active hepatitis.
b) Biliary cirhosis
3) Alkoholisme
3. Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Obstruksi Portal dan Asites..Varises Gastrointestinal..Edema. Defisiensi Vitamin dan Anemia. Kemunduran Mental.
1) Mual-mual, nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Data Fokus
1) Data Subyektif
a) Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
b) Mengeluh cepat lelah.
c) Mengeluh sesak nafas
2) Data Obyektif
a) Penurunan berat badan
b) Ikterus.
c) Spider naevi.
d) Anemia.Air kencing berwarna gelap.
e) Kadang-kadang hati teraba keras.
f) Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
g) Hematemesis dan melena.

Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan
Diagnosa Keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
2. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
3. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat


4. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap 1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2. Memberikan nutrien tambahan.
3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
4. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri • Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
• Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
• Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
• Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet.
Diagnosa keperawatan : perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis.
Tujuan : pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
1. Catat suhu tubuh secara teratur.

2. Motivasi asupan cairan




3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.

4. Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.


5. Hindari kontak dengan infeksi.


6. Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi. 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.
2. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyaman pasien.
4. Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju metabolik. • Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi.
• Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.
Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan yang mengalami edema.
1. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
2. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.


3. Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.


4. Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
5. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
6. Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya. 1. Meminimalkan pembentukan edema.
2. Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
4. Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
5. Meningkatkan mobilisasi edema.
6. Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar. • Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubun.
• Tidak memperlihatkan luka pada kulit.
• Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.
• Mengubah posisi dengan sering.
Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu.
Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan meminimalkan iritasi kulit.
1. Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit dan sklera.
2. Lakukan perawatan yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan losion pelembut (emolien).
3. Jaga agar kuku pasien selalu pendek. 1. Memberikan dasar untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi.
2. Mencegah kekeringan kulit dan meminimalkan pruritus.
3. Mencegah ekskoriasi kulit akibat garukan. • Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa terlihat luka atau infeksi.
• Melaporkan tidak adanya pruritus.
• Memperlihatkan pengurangan gejala ikterus pada kulit dan sklera.
• Menggunakan emolien dan menghindari pemakaian sabun dalam menjaga higiene sehari-hari.
Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
1. Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.
2. Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.
3. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya.
4. Pantang alkohol.
5. Pelihara higiene oral sebelum makan.
6. Pasang ice collar untuk mengatasi mual.
7. Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi.
8. Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi.
9. Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal. 1. Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia.
3. Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.
4. Menghilangkan makanan dengan “kalori kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alkohol.
5. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
6. Dapat mengurangi frekuensi mual.
7. Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan.
8. Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidakenak serta distensi pada abdomen.

9. Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius. • Memperlihatkan asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi protein dengan jumlah memadai.
• Mengenali makanan dan minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet.
• Bertambah berat tanpa memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites.
• Mengenali dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering.
• Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat.
• Menyisihkan alkohol dari dalam diet.
• Turut serta dalam upaya memelihara higiene oral sebelum makan dan menghadapi mual.
• Menggunakna obat kelainan gastrointestinal seperti yang diresepkan.
• Melaporkan fungsi gastrointestinal yang normal dengan defekasi yang teratur.
• Mengenali gejala yang dapat dilaporkan: melena, pendarahan yang nyata.
Diagnosa keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
Tujuan : Pengurangan resiko cedera.
1. Amati setiap feses yang dieksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya.
2. Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan.
3. Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi.
4. Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, epitaksis, petekie dan perdarahan gusi.
5. Catat tanda-tanda vital dengan interval waktu tertentu.
6. Jaga agar pasien tenang dan membatasi aktivitasnya.
7. Bantu dokter dalam memasang kateter untuk tamponade balon esofagus.
8. Lakukan observasi selama transfusi darah dilaksanakan.
9. Ukur dan catat sifat, waktu serta jumlah muntahan.
10. Pertahankan pasien dalam keadaan puasa jika diperlukan.
11. Berikan vitamin K seperti yang diresepkan.
12. Dampingi pasien secara terus menerus selama episode perdarahan.
13. Tawarkan minuman dingin lewat mulut ketika perdarahan teratasi (bila diinstruksikan).
14. Lakukan tindakan untuk mencegah trauma :
1. Mempertahankan lingkungan yang aman.
2. Mendorong pasien untuk membuang ingus secara perlahan-lahan.
3. Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi.
4. Mendorong konsumsi makanan dengan kandungan vitamin C yang tinggi.
5. Melakukan kompres dingin jika diperlukan.
6. Mencatat lokasi tempat perdarahan.
7. Menggunakan jarum kecil ketika melakukan penyuntikan.
15. Berikan obat dengan hati-hati; pantau efek samping pemberian obat. 1. Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal.
2. Dapat menunjukkan tanda-tanda dini perdarahan dan syok.
3. Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya perdarahan.
4. Menunjukkan perubahan pada mekanisme pembekuan darah.
5. Memberikan dasar dan bukti adanya hipovolemia dan syok.
6. Meminimalkan resiko perdarahan dan mengejan.
7. Memudahkan insersi kateter kontraumatik untuk mengatasi perdarahan dengan segera pada pasien yang cemas dan melawan.
8. Memungkinkan deteksi reaksi transfusi (resiko ini akan meningkat dengan pelaksanaan lebih dari satu kali transfusi yang diperlukan untuk mengatasi perdarahan aktif dari varises esofagus)
9. Membantu mengevaluasi taraf perdarahan dan kehilangan darah.
10. Mengurangi resiko aspirasi isi lambung dan meminimalkan resiko trauma lebih lanjut pada esofagus dan lambung.
11. Meningkatkan pembekuan dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembekuan darah.
12. Menenangkan pasien yang merasa cemas dan memungkinkan pemantauan serta deteksi terhadap kebutuhan pasien selanjutnya.
13. Mengurangi resiko perdarahan lebih lanjut dengan meningkatkan vasokontriksi pembuluh darah esofagus dan lambung.
14. Meningkatkan keamanan pasien.
1. Mengurangi resiko trauma dan perdarahan dengan menghindari cedera, terjatuh, terpotong, dll.
2. Mengurangi resiko epistaksis sekunder akibat trauma dan penurunan pembekuan darah.
3. Mencegah trauma pada mukosa oral sementara higiene oral yang baik ditingkatkan.
4. Meningkatkan proses penyembuhan.
5. Mengurangi perdarahan ke dalam jaringan dengan meningkatkan vasokontriksi lokal.
6. Memungkinkan deteksi tempat perdarahan yang baru dan pemantauan tempat perdarahan sebelumnya.
7. Meminimalkan perambesan dan kehilangan darah akibat penyuntikan yang berkali-kali.
15. Mengurangi resiko efek samping yang terjadi sekunder karena ketidakmampuan hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi (memetabolisasi) obat secara normal.

• Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal.
• Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indikator lain yang menunjukkan hemoragi serta syok.
• Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal.
• Bebas dari daerah-daerah yang mengalami ekimosis atau pembentukan hematom.
• Memperlihatkan tanda-tanda vital yang normal.
• Mempertahankan istirahat dalam keadaan tenang ketika terjadi perdarahan aktif.
• Mengenali rasional untuk melakukan transfusi darah dan tindakan guna mengatasi perdarahan.
• Melakukan tindakan untuk mencegah trauma (misalnya, menggunakan sikat gigi yang lunak, membuang ingus secara perlahan-lahan, menghindari terbentur serta terjatuh, menghindari mengejan pada saat defekasi).
• Tidak mengalami efek samping pemberian obat.
• Menggunakan semua obat seperti yang diresepkan.
• Mengenali rasional untuk melakukan tindakan penjagaan dengan menggunakan semua obat.
Diagnosa keperawatan : Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites.
Tujuan : Peningkatan rasa kenyamanan.
1. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen.
2. Berikan antipasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan.
3. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan. 1. Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati.
2. Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen.
3. Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut kemunduran keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi.
4. Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut. • Mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa.
• Menggunakan antipasmodik dan sedatif sesuai indikasi dan resep yang diberikan.
• Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen.
• Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa.
• Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites.
• Merasakan pengurangan rasa nyeri.
• Memperlihatkan pengurangan rasa nyeri.
• Memperlihatkan pengurangan lingkar perut dan perubahan berat badan yang sesuai.
Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
Tujuan : Pemulihan kepada volume cairan yang normal.
1. Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
2. Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang dipreskripsikan.
3. Catat asupan dan haluaran cairan.
4. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
5. Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan. 1. Meminimalkan pembentukan asites dan edema.
2. Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.
3. Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.
4. Memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan.
5. Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan. • Mengikuti diet rendah natrium dan pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan.
• Menggunakan diuretik, suplemen kalium dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping.
• Memperlihatkan peningkatan haluaran urine.
• Memperlihatkan pengecilan lingkar perut.
• Mengidentifikasi rasional pembatasan natrium dan cairan.
Diagnosa keperawatan : Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar amonia.
Tujuan : Perbaikan status mental.
1. Batasi protein makanan seperti yang diresepkan.
2. Berikan makanan sumber karbohidrat dalam porsi kecil tapi sering.
3. Berikan perlindungan terhadap infeksi.
4. Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan bebas dari angin.
5. Pasang bantalan pada penghalang di samping tempat tidur.
6. Batasi pengunjung.
7. Lakukan pengawasan keperawatan yang cermat untuk memastikan keamanan pasien.
8. Hindari pemakaian preparat opiat dan barbiturat.
9. Bangunkan dengan interval. 1. Mengurangi sumber amonia (makanan sumber protein).
2. Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan energi dan “mempertahankan” protein terhadap proses pemecahannya untuk menghasilkan tenaga.
3. Memperkecil resiko terjadinya peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut.
4. Meminimalkan gejala menggigil karena akan meningkatkan kebutuhan metabolik.
5. Memberikan perlindungan kepada pasien jika terjadi koma hepatik dan serangan kejang.
6. Meminimalkan aktivitas pasien dan kebutuhan metaboliknya.
7. Melakukan pemantauan ketat terhadap gejala yang baru terjadi dan meminimalkan trauma pada pasien yang mengalami gejala konfusi.
8. Mencegah penyamaran gejala koma hepatik dan mencegah overdosis obat yang terjadi sekunder akibat penurunan kemampuan hati yang rusak untuk memetabolisme preparat narkotik dan barbiturat.
9. Memberikan stimulasi kepada pasien dan kesempatan untuk mengamati tingkat kesadaran pasien. • Memperlihatkan perbaikan status mental.
• Memperlihatkan kadar amonia serum dalam batas-batas yang normal.
• Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
• Melaporkan pola tidur yang normal.
• Menunjukkan perhatian terhadap kejadian dan aktivitas di lingkungannya.
• Memperlihatkan rentang perhatian yang normal.
• Mengikuti dan turut serta dalam percakapan secara tepat.
• Melaporkan kontinensia fekal dan urin.
• Tidak mengalami kejang.
Diagnosa keperawatan : Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
Tujuan : Perbaikan status pernapasan.
1. Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.
2. Hemat tenaga pasien.
3. Ubah posisi dengan interval.
4. Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.
1. Berikan dukungan dan pertahankan posisi selama menjalani prosedur.
2. Mencatat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.
3. Melakukan observasi terhadap bukti terjadinya batuk, peningkatan dispnu atau frekuensi denyut nadi. 1. Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan toraks dan ekspansi paru yang maksimal.
2. Mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen pasien.
3. Meningkatkan ekspansi (pengembangan) dan oksigenasi pada semua bagian paru).
4. Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerja sama dalam menjalani prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.
2. Menghasilkan catatan tentang cairan yang dikeluarkan dan indikasi keterbatasan pengembangan paru oleh cairan.
3. Menunjukkan iritasi rongga pleura dan bukti adanya gangguan fungsi respirasi oleh pneumotoraks atau hemotoraks (penumpukan udara atau darah dalam rongga pleura).

Asuhan Keperawatan Pankreatitis
A. PENGERTIAN
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. (Brunner & Suddart, 2001; 1338)
Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. (Doengoes, 2000;558)
Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001)
B. ETIOLOGI
- Batu saluran empedu
- Infeksi virus atau bakteri
- Alkoholisme berat
- Obat seperti steroid, diuretik tiazoid
- Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V
- Hiperparatiroidisme
- Asidosis metabolik
- Uremia
- Imunologi seperti lupus eritematosus
- Pankreatitis gestasional karena ketidakseimbangan hormonal
- Defisiensi protein
- Toksin
- Lain-lain seperti gangguan sirkulasi, stimulsi vagal
( Arief Mansjoer, 2000)
C. KLASIFIKASI
1. Pankreatitis akut atau inflamasi pada pankreas terjadi akibat tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. (Brunner & Suddart, 2001:1339)
2. Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner & Suddart, 2001:1348)
D. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai pada keadaan ini.
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
E. KOMPLIKASI
Ø Timbulnya Diabetes Mellitus
Ø Tetani hebat
Ø Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)
Ø Abses pankreas atau psedokista.
F. PATOFISIOLOGI (terlampir)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
10. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
11. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier.
12. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
13. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
14. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
15. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
16. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
17. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
18. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
19. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas dengan inflamasi dan nekrosis kelenjar. Tetapi definitif ditujukan pada penyebab gamggua. Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari pankreatitis akut termasuk sebagai berikut:
- Penggantian cairan dan elektrolit
Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam penanganan pankreatitis akut. Larutan yang diperintahkan dokter untuk resusitasi cairan adalah koloid atau ringer laktat. Namun dapat pula diberikan plasma segar beku atau albumin. Tanpa memperhatikan larutan mana yang dipergunakan. Penggantian cairan digunakan untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini diduga mengurangi perkembangan keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan perfusi dan ini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis hemorragia kut selain mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah untuk memulihkan volume. Pasien dengan penyakit parah yang mengalami hipertensi, gagal memberikan respon terhadap terapi cairan mungkin membutuhkan obat-obatan untuk mendukung tekanan darah. Obat pilihannya adalah dopamin yang dapat dimulai pada dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit). Keuntungan obat ini adalah bahwa dosis rendah dapat menjaga perfusi ginjal sementara mendukung tekanan darah. Pasien hipokalsemia berat ditempetkan pada situasi kewaspdaan kejang dengan ketersediaan peralatan bantu nafas. Perawat bertanggung jawab untuk memantau kadar kalsium, terhadap pemberian larutan pengganti dan pengevaluasian respon pasien terhadap kalsium yang diberikan. Penggantian kalsium harus didifusikan melalui aliran sentral, karena infiltrasi perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus dipantau terhadap toksisitas kalsium. Hipomagnesemia juga dapat timbul bersama hipokalsemia dan magnesium yang juga perlu mendapat penggantian. Koreksi terhadap magnesium biasanya dibutuhkan sebelum kadar kalsium menjadi normal. Kalium adalah elektrolit lain yang perlu diganti sejak awal sebelum regimen pengobatan karena muntah yang berhubungan dengan pangkreatitis akut. Kalium dalam jumlah yang berlebihan juga terdapat dalam getah pankreas. Kalsium harus diberikan dalam waktu lambat lebih dari satu jam lebih dengan menggunakan pompa infus. Pada beberapa kasus, hiperglikemia dapat juga berhubungan dengan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Mungkin diperintahkan pemberian insulin lainnya dengan skala geser, insulin ini perlu diberikan dengan hati-hati, karena kadar glukagon sementara pada pankreatitis akut (Hudak dan Gallo, 1996).
- Pengistirahatan pankreas
Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis akut untuk menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan sekretin dari duodenum. Mual, muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang nasogastric ke suction lebih dini dalam perawatan. Selang nasogastrik juga diperlukan pasien dengan illeus, distensi lambung berat atau penurunan tingkat kesadaran untuk mencegah komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa ketat (tak ada masukan peroral) harus dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar albumin serum kembali normal. Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis mendadak dan parah yang tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik dengan illeus paralitik, nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan memperburuk proses peradangan. Pada pasien dengan pankreatitis ringan cairan peroral biasanya dapat dimulai kembali dalam 3-7 hari dengan penggantian menjadi padat sesuai toleransi. Status puasa yang diperpanjang dapat menyulitkan pasien. Perawatan mulut yang sering dan posisi yang sesuai serta memberikan pelumasan pada selang nasogastric menjadi penting dengan mempertahankan integritas kulit dan memaksimalkan kenyamanan pasien. Dianjurkan tirah baring untuk mengurangi laju metabolisme basal pasien. Hal ini selanjutnya akan mengurangi rangsangan dari sekresi pankreas (Hudak dan Gallo, 1996).
- Penatalaksanaan nyeri
Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi stress atau sekresi lambung dan pankreas. Meferidan (dimerol) digunakan menggantikan morfin karena morfin dapat menginduksi spasme sfingter oddi (Sabiston, 1994).
- Pencegahan komplikasi
Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan. Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis (Sabiston, 1994).
- Diet
Tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996).
- Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym), pankrease (Barbara C. long, 1996).
- Fiberoscopy dengan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996).
- Intervensi bedah
Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut yang menyertai penyakit batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus komunistidak memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 48 jam pertama, maka kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi duktus komunis.mungkin diperlukan untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara progresif. Sering adanya kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan dalam waktu singkat dan intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada umumnya terapi konservatif dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana prosedur pada saluran empedu bisa dilakukan dengan batas keamanan yang lebih besar (Sabiston, 1994).
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa.
-Biodata
pada biodata diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan. Dimana beberapa faktor tersebut dapat menempatkan klien pada resiko pada pankreatitis akut.
-Keluhan utama
nyeri hampir selalu merupakan keluhan yang diberikan oleh pasien dan nyeri dapat terjadi di epigastrium, abdomen bawah atau terlokalisir pada daerah torasika posterior dan lumbalis. Nyeri bisa ringan atau parah atau biasanya menetap dan tidak bersifat kram (Sabiston, 1994).
- Riwayat penyakit sekarang
riwayat kesehatan juga mencakup pengkajian yang tetap tentang nyeri, lokasi, durasi, faktor-faktor pencetus dan hubungan nyeri dengan makanan, postur, minum alkohol, anoreksia, dan intoleransi makanan (Hudak dan Gallo, 1996).
-Riwayat penyakit lalu
• Kaji apakah pernah mendapat intervensi pembedahan seperti colecystectomy, atau prosedur diagnostik seperti EKCP. Kaji apakah pernah menderita masalah medis lain yang menyebabkan pankreatitis meliputi :
- ulkus peptikum
- gagal ginjal
- vaskular disorder
- hypoparathyroidism
- hyperlipidemia
• Kaji apakah klien pernah mengidap infeksi virus dan buat catatan obat-obatan yang pernah digunakan (Donna D, 1995).
-Riwayat kesehatan keluarga
kaji riwayat keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap pankreatitis dan penyakit biliaris (Donna D, 1995).
-Pengkajian psikososial
penggunaan alkohol secara berlebihan adalah hal yang paling sering menyebabkan pankreatitis akut. Perlu dikaji riwayat penggunaan alkohol pada klien, kapan paling sering klien mengkonsumsi alkohol. Kaji apakah klien pernah mengalami trauma seperti kemtian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan yang berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan alkohol. (Donna D, 1995)
-Pola aktivitas
klien dapat melaporkan adanya steatorea (feses berlemak), juga penurunan berat badan, mual, muntah. Pastikan karakteristik dan frekuensi buang air besar (Huddak & Gallo, 1996).
Perlu mengkaji status nutrisi klien dan cacat faktor yang dapat menurunkan kebutuhan nutrisi (Suzanna Smletzer, 1999).
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Kaji adanya peningkatan temperatur, takikardi, dan penurunan tekanan darah (Donna D, 1995). Demam merupakan gejala yang umum biasanya (dari 39° C). demam berkepanjangan dapat menandakan adanya komplikasi gastrointestinal dari penyakit seperti peritonitis, kolesistitis atau absese intra abdomen (Huddak & Gallo, 1996).
b. Sistem gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri abdomen. Juga terdapat distensi abdomen bagian atas dan terdengar bunyi timpani. Bising usus menurun atau hilang karena efek proses peradangan dan aktivitas enzim pada motilitas usus. Hal ini memperberat ketidakseimbangan cairan pada penyakit ini.
Pasien dengan penyakit pankreatitis yang parah dapat mengalami asites, ikterik dan teraba massa abdomen (Huddak & Gallo, 1996).
c. Sistem cardiovaskular
Efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang pada gilirannya dapat menyebabkan hipotensi dan syok.
Penurunan perfusi pankreas dapat menyebabkan penurunan faktor depresan miokardial (MDF). Faktor depresan miokardial diketahui dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Seluruh organ tubuh kemudian terganggu (huddak & Gallo, 1996).
d. Sistem sirkulasi
Resusitasi cairan dini dan agresif diduga dapat mencegah pelepasan MDF. Aktivasi tripsin diketahui dapat mengakibatkan abnormalitas dalam koagulitas darah dan lisis bekuan. Koagulasi intravaskular diseminata dengan keterkaitan dengan gangguan perdarahan selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan cairan (Sabiston, 1994).
e. Sistem respirasi
Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak menyebabkan komplikasi pulmonal yang berhubungan dengan pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia arterial, atelektasis, efusi pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan sindroma distress pernafasan akut (Huddak & gallo, 1996).
f. Sistem metablisme
Komplikasi metabolik dari pankreatitis akut termasuk hipokalsemia dan hiperlipidemia yang diduga berhubungan dengan daerah nekrosis lemak disekitar daerah pankreas yang meradang. Hiperglikemia dapat timbul dan disebabkan oleh respon terhadap stress. Kerusakan sel-sel inset langerhans menyebabkan hiperglikemia refraktori. Asidosis metabolik dapat diakibatkan oleh hipoperfusi dan aktivasi hipermetabolik anaerob (Huddak & Gallo,1996).
g. Sistem urinari
Oliguria, azotemia atau trombosis vena renalis bisa menyebabkan gagal ginjal (Sabiston, 1994).
h. Sistem neurologi
Kaji perubahan tingkah laku dan sensori yang dapat berhubungan dengan penggunaan alkohol atau indikasi hipoksia yang disertai syok (Donna D, 1995)
i. Sistem integumen
Membran mukosa kering, kulit dingin dan lembab, sianosis yang dapat mencerminkan dehidrasi ringan sampai sedang akibat muntah atau sindrom kebocoran kapiler.
Perubahan warna keunguan pada panggul (tanda turney grey) atau pada area periumbilikus (tanda cullen) terjadi pada nekrosis hemoragik yang luas (Sandra M, 2001).

J. MASALAH KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan mual muntah
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan diaphoresis, mual, muntah
d. Pola pernafasan yang tidak efektif berhubungan imobilisasi akibat rasa nyeri yang hebat, infiltrat pulmoner, efusi pleura dan atelektasis
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imobilisasi, proses inflamasi, akumulasi cairan
f. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
K. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERWATAN
1. Nyeri Berhubungan Dengan Proses Inflamasi
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria standart : Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol Pasien mengikuti program terapeutik menunjukkan metode mengurangi nyeri
Intervensi dan Rasional :
1. Selidiki keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan mengurangi nyeri.
Rasional : Pengkajian dan pengendalian rasa nyeri sangat penting karena kegelisahan pasien meningkatkan metabolisme tubuh yang akan menstimulasi sekresi enzim-enzim pankreas dan lambung.
2 Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : menurunkan laju metabolik dan rangsangan/ sekresi GI sehingga menurunkan aktivitas pankreas.
3 Ajarkan teknik distraksi relaksasi
Rasional : mengalihkan perhatian dapat meningkatkan ambang nyeri/ mengurangi nyeri.
4 Pertahankan lingkungan bebas lingkungan berbau.
Rasional : rangsangan sensori dapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri.
5 Kolaborasi pemberian analgesik narkotik, contoh meferidin (demerol).
Rasional : meferidin biasanya efektif pada penghilangan nyeri.
6 Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan.
Rasional : bedah eksplorasi mungkin diperlukan pada adanya nyeri/ komplikasi yang tak hilang pada trakts billier.
2. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Berhubungan Dengan Mual Muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam.
Kriteria standart : Menunjukkan peningkatan berat badan
Tidak mengalami malnutrisi
Intervensi dn Rasional :
1. Kaji abdomen, catat adanya/ karakter bising usus, distensi abdomen dan keluhan mual.
Rasional : Distensi usus dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/ tak adanya bising usus.
2. Berikan perawatan oral higiene
Rasional : menurunkan rangsangan muntah.
3. Bantu pasien dlam pemilihan makanan/ cairan yang memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembatasan bila diet dimulai.
Rasional : kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan.
4. Observasi warna/ konsistensi/ jumlah feses. Catat konsistensi lembek/ bau busuk.
Rasional : steatorea terjadi karena pencernaan lemak tak sempurna.
5. Tes urine untuk gula dan aseton
Rasional : deteksi dini pada penggunaan glukosa tak adekuat dapat mencegah terjadinya ketoasidosis.
6. Kolaborasikan pemberian vitamin ADEK
Rasional : kebutuhan penggantian seperti metabolisme lemak terganggu, penurunan absorbsi/ penyimpangan vitamin larut dalam lemak.
7. Kolaborasikan pemberian trigliserida rantai sedang (contoh : MCT, portagen)
Rasional : MCT memberikan kalori/ nutrien tambahan yang tidak memerlukan enzim pankreas untuk pencernaan/ absorbsi.
3. Defisit Volume Cairan Berhubungan Dengan Diaphoresis, Mual, Muntah
Tujuan : volume cairan tubuh pasien terpenuhi setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1×24 jam.
Kriteria standart : mempertahankan hidarasi kuat, tanda-tanda vital adekuat.
Intervensi dan Rasional :
1. Awasi tekanan darah dan ukur CVP bila ada
Rasional : penurunan curah jantung/ perfusi organ buruk sekunder terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi sistemik.
2. Ukur masukan dan haluaran cairan termasuk muntah atau aspirasi gaster, diare.
Rasional : indikator kebutuhan penggantian/ keefektifan terapi
3. Timbang berat badan sesuai dengan indikasi
Rasional : penurunan berat badan menunjukkan hipovolemia.
4. Observasi dan catat edema perifer dan dependen
Rasional : perpindahan cairan atau edema terjadi sebagai kibat peningkatan permeabilitas vaskuler, retensi natrium, dan penurunan tekanan koloid pada kompartemen intravaskuler.
5. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama
Rasional : perubahan jantung/ disritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/ hipokalsemia.
6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi contoh cairan garam faal, albumin, produk darah/ darah, dekstran.
Rasional : cairan garam faal dan albumin dapat digunakan untuk mengikatkan mobilisasi cairan kembali kedalam area vaskuler.
4. Pola Pernafasan Yang Tidak Efektif Berhubungan Dengan Imobilisasi
Akibat Rasa Nyeri Yang Hebat, Infiltrat Pulmoner, Efusi Pleura, Dan Atelektasis
Tujuan : perbaikan fungsi respiratorius
Kriteria standart : setelah dilakukan perawatan selama 1×24 jam pola pernafasan klien kembali normal
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji status pernafasan (frekuensi, pola, suara nafas) pulsa oksimetri dan gas darah arteri
Rasional : pankreatitis akut menyebabkan edema retroperitonial, elevasi diafragma, efusi pleura dan ventilasi paru tidak adekuat.
2. Pertahankan posisi semi fowler
Rasional : penurunan tekanan pada diafragma dan memungkinkan ekspansi paru yang lebih besar.
3. Beritahukan dan dorong pasien untuk melakukan nafas dalam dan batuk setiap jam sekali.
Rasional : menarik nafas dalam dan batuk akan membersihkan saluran nafas dan mengurangi atelektasis.
4. Bantu pasien membalik tubuh dan mengubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Pengubahan posisi sering membantu aerasi dan drainase semua lobus paru.
5. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Immobilisasi, Proses Inflamasi, Akumulasi Cairan
Tujuan : Setelah diadakan intervensi keperawatan klien tidak mengalami infeksi/infeksi tidak terjadi.
Kriteria Standart :
§ Meningkatkan waktu penyembuhan
§ Klien bebas infeksi
§ Berpartisipasi pada aktifitas untuk mengurangi resiko nyeri
Intervensi dan rasional:
1. Gunakan teknik aseptik ketat bila mengganti balutan bedah atau bekerja dengan infus kateter/selang,drain.Ganti balutan dengan cepat.
Rasional : membatasi sumber infeksi,dimana dapat menimbulkan sepsis pada pasien.
2. Tekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
3. Observasi frekuensi dan krakteristik pernapasan,bunyi napas.Cata adanya batuk dan produksi sputum.
Rasional : akumulasi cairan dan keterbatasan mobilitas mencetuskan infeksi pernapasan dan atelektasis.
4. Observasi tanda infeksi seperti demam dan distress pernapasan.
Rasional : mendeteksi dini terjadinya infeksi pada pasien.
6. Defisit Pengetahuan Tentang Kondisi,Prognosis Dan Kebutuhan Pengobatan.
Tujuan : Klien memahami tentang proses penyakit dan prognosanya setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.
Kriteria Standart:
§ Memahami proses penyakit dan prognosanya.
§ Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji ulang penyebab khusus terjadinya episode dan prognosis
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
2. Diskusi penyebab lain/faktor yang berhubungan.Contoh : masukan alcohol berlebihan, penyakit kandung empedu,ulkus duodenum, hiperlipidemia,dan beberapa obat (contoh:kontrasepsi oral,tiazid,lasix).
Rasional : penghindaran dapat membantu membatasi kerusakan dan mencegah terjadinya kondisi kronis.
3. Anjurkan menghentikan merokok
Rasional : nikotin merangsang sekresi gaster dan aktivitas pankreas yang tak perlu.
4. Diskusikan tanda dan gejala DM ,contoh : polidipsia, poliuria, kelemahan, penurunan berat badan.
Rasional : kerusakan sel beta dapat mengakibatkan gangguan produksi insulin sementara atau permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GASTROENTERITIS
A. KONSEP DASAR
I. PENGERTIAN.
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
II. PATOFISIOLOGI.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
III. GEJALA KLINIS.
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri Abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel Cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Lemah
IV. KOMPLIKASI.
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
V. PENATALAKSANAAN MEDIS.
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1. Memberikan asi.
2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
Keterangan :
a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
1. cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
2. Cairan parentral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
2.1. Dehidrasi ringan.
2.1.1. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari
2.1.2. Kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2.2. Dehidrasi sedang.
2.2.1. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral
2.2.2. kemudian 125 ml / kg BB / hari.
2.3. Dehidrasi berat.
2.3.1. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.2. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
2.4. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
2.4.1. Memberikan Asi.
2.4.2. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.
2.5. Obat-obatan.
2.5.1. Obat anti sekresi.
2.5.2. Obat anti spasmolitik.
2.5.3. Obat antibiotik.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium.
1.1. Pemeriksaan tinja.
1.2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
VII. TUMBUH KEMBANG ANAK.
Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
b. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
c. Kognitif.
1. Berusaha memperluas lapangan.
2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
3. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
d. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma, pa, ba walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.
VIII. DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.
Separation ansiety
a. Tergantung pada orang tua
b. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
c. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
d. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan denga.n orang lain dan menyukai lingkungan
B. ASUHAN KEPERTAWATAN SECARA TEORITIS
I. PENGKAJIAN.
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1.Awala serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
5.1.Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
5.2.Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
5.3.Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
5.4.Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
5.5.Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
6.1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
6.2. Pemeriksaan sistematik :
6.2.1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
6.2.2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
6.2.3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
6.2.4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
6.3. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
6.4. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
II. DIAGNOSA KEPERWATAN.
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
III.INTERVENSI.
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan .
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil
Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
Tujuan
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji factor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.
IV. EVALUASI.
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3. Integritas kulit kembali noprmal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar